Model Organisasi dan Manajemen Pondok Pesantren Oleh: Ahmad Musaddad
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang unik dan memiliki ciri khas tersendiri. Pesantren sebagaimana dikatakan oleh Zamakhsari dhofier terdiri dari elemen Santri, Asrama, Masjid, Ustadz, Kyai dan Kitab kuning. Elemen-elemen tersebut merupakan satu kesatuan dan tak dapat dipisahkan. Jika tidak ada salah satu elemen seperti yang telah dipaparkan sebelumnya tentang konsep pesantren, maka lembaga tersebut tidak dapat disebut sebagai pesantren akan tetapi sebagai lembaga pendidikan saja. Eksistensi pesantren kini semakin diperhitungkan dan semakin diterima oleh masyarakat luas, apalagi sejak munculnya model-model pesantren yang terus berkembang menjawab kegelisahan dan kebutuhan masyarakat modern. Terutama kebutuhan akan lembaga pendidikan formal yang telah diakomodir bersanding dengan pendidikan salaf. Maka sebagai dampak logis dari integrasi dua model sistem pendidikan ini, yakni sistem pendidikan salaf dan modern secara faktual akan menggeser salah satu dari dua sistem yang ada bila pesantren tidak memanaj dengan baik. Tujuan pesantren yang lain seperti dijelaskan oleh Prof. Said Aqil siraj adalah untuk merespon kemerosotan sendi-sendi moral dan perubahan sosial juga untuk menyebarluaskan ajaran agamislam ke seluruh pelosok negeri. Maka pesantren dituntut untuk tetap eksis memelihara jati dirinya sebagai lembaga pendidikan dan sosial dengan tetap memegang teguh pada sendi-sendi agama islam. Salah satu budaya yang harus terus dipertahankan adalah desain manajemen. Sejak modernisasi terus berkembang dan merambah dunia pesantren. Pesantren mengalami keraguan dan berada pada persimpangan arah; antara menerima atau menolak kontaminasi elemen budaya modern dan global. Termasuk elemen budaya modern yang dalam hal ini adalah konsep manajemen dan model organisasi modern. Penulis ingat betul pesan guru besar manajemen IAIN jember, yakni Prof. Moh. Khusnuridlo. Beliau mengatakan bahwa konsep manajemen sekuler jangan dipaksa masuk dalam dunia pesantren. Sebab pesantren telah memiliki model manajemen dan organisasi sendiri. Karena bagaimana pun juga teori-teori manajemen dan organisasi yang didesain oleh ilmuwan barat bersifat tidak mengikat untuk diterapkan akan tetapi hanya untuk memperluas kekayaan referensi ilmu pengetahuan berbasis riset. Selama ini pesantren lekat sekali dengan gaya kepemimpinan situasional; gaya kepemimpinan yang memadukan antara otokrasi dan demokrasi. Meski penulis berasumsi bahwa yang paling dominan adalah gaya otokrasi untuk kasus di beberapa pesantren. Dalam studi kepemimpinan gaya kepemimpinan yang baik dan efektif adalah gaya kepemimpinan situasional. Gaya kepemimpinan situasional ini menurut menulis adalah gaya kepemimpinan yang diterapkan Rasulullah. Rosulullah dalam beberapa momen menggunakan gaya otokrasi (otoriter) namun tentu keotoriteran Rasulullah berbasis power Wahyu yang pasti benar dan demi kepentingan agama. Seperti kata Permadi, seorang paranormal mengatakan bahwa keotoriteran Rosulullah bukan untuk kepentingan pribadi. Dalam moment yang lain Rasulullah juga menggunakan gaya kepemimpinan demokrasi, yakni pada kasus perang Khandak (parit). Menjelang peperangan KhandaQ Rosulullah tidak menerima wahyu sehingga beliau menerima masukan strategi dari Salman Al-Farizi tentang strategi parit. Peristiwa ini menjadi refrensi historis tentang gaya kepemimpinan agung Rasulullah. Dengan demikian, pesantren sebagai lembaga pendidikan berbasis agama islam sebaiknya meneladani gaya kepemimpinan Rasulullah. Serta memberi ruang penuh pada pimpinan atau Kyai untuk membuat keputusan dan kebijakan. Sebab penulis melihat ada sebuah pesantren yang dikendalikan secara mutlak oleh kesepakatan aturan dan hukum yang dibuat oleh pesantren sendiri sehingga tidak memberi ruang pada pimpinan dan Kyai untuk mengambil keputusan berdasarkan beberapa pertimbangan. Padahal dalam teori organisasi bahwa pimpinan memiliki hak mutlak sebagai pemegang keputusan. Pesantren juga tidak boleh terbuai dengan model organisasi birokrasi yang diterapkan secara mutlak dalam dunia pesantren. Sebab model birokrasi adalah model organisasi Klasik yang tidak mempertimbangan unsur psikologis bawahan. Ini sangat tidak sesuai dengan lingkungan dan kultur pesantren yang memegang teguh rasa kemanusian dan toleransi. Model ini ditentang oleh organisasi masa modern, dimana organisasi itu tidak hanya memikirkan teknis dan konsep tapi juga memperhatikan dimensi kemanusiaan. Teori inilah yang kemudian melahirkan Teori 5 Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow. Unsur-unsur psikologis harus juga menjadi pertimbangan dari model organisasi pesantren. Namun menulis tidak memberikan kesimpulan model organisasi birokrasi karya max weber tidak layak diterapkan akan tetapi untukkonteks pesantren sebaiknya menggunakan menggunakan model organisasi Human Relations Approach (Pendekatan Hubungan Kemanusiaan).
Model Organisasi dan Manajemen Pondok Pesantren
- Post author:admin
- Post published:14/01/2020
- Post category:opini
- Post comments:0 Comments